Dinamikaonline.com – Jakarta

Masalah pertanahan di Indonesia masih cukup rumit. Hal ini sudah berlangsung lama. Mafia tanah sepertinya sulit sekali diberantas. Korbannya tidak pandang bulu, mulai dari rakyat kecil sampai sosok-sosok publik figur sering menjadi korban.

“Negara perlu hadir dalam kasus-kasus pertanahan yang melibatkan banyak pihak,”kata Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Dipo 86, Hendrikus Hali Atagoran dalam keterangannya, Rabu (10/8).

Dikatakan Hendrikus Hali Atagoran, Baru-baru ini, Budiarjo yaitu ketua Forum Komunikasi Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) yang telah mencoba berjuang membela haknya sendiri (Lokasi lahan di Cengkareng), Walaupun penuh tekanan dalam menghadapi mafia tanah, tetap berjuang membela haknya melawan pengembang PT Sedayu Sejahtera Abadi (SSA). Anehnya ditengah perjuangannya, ada produk hukum lainnya, justru Pemilik tanah (Ketua FKMTI) dijadikan tersangka oleh aparat yang berwajib. Ada apa? Bagaimana bisa begitu?

“Ini Kasus terbaru yang kami dapati bahwa Ketua FMKTI, Bapak SK Budiarjo bersama istrinya, Nurlela telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya tanggal 29 Juli 2022, karena dugaan pemalsuan surat terhadap surat tanah miliknya di Cengkareng,” ujar Hendrikus.

Budiarjo dan istri dilaporkan pengembang PT Sedayu Sejahtera Abadi (SSA). Proses penyidikan terhadap perkara ini dianggap sangat janggal. Laporan dilakukan pada 2018, tetapi penetapan tersangka baru pada 29 Juli 2022. Hendrikus mengatakan jauh sebelumnya atau pada 5 September 2016, Nurlela terlebih dahulu melapor ke Polda Metro Jaya.

Laporan tersebut antara lain terkait dugaan memasuki pekarangan tanpa izin, membuat akta autentik palsu, dan menghilangkan batas tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 167, 264, 266, dan 389 KUHP. Namun, sampai sekarang Polda Metro Jaya belum menindaklanjuti laporan.

“Malah laporan dari pengembang yang diproses oleh pihak kepolisian, padahal bukti-bukti surat yang dimiliki oleh Bapak SK Budiardjo sudah lebih dari cukup untuk membuktikan sahnya hak kepemilikan terhadap lokasi tanahnya,” tutur Hendrikus

Hendrikus mengatakan mafia tanah ternyata bukan hanya oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN), calo tanah, tetapi juga aparat penegak hukum sebagaimana dialami ketua FKMTI.

“Bagaimana rakyat dapat percaya pada proses penegakan hukum jika aparat penegak hukumnya terindikasi menjadi alat dari para mafia tanah. Tentu kita berharap Bapak Kapolri dapat bertindak tegas memberi keadilan bagi ketua FKMTI dan istrinya,” tutur Hendrikus.

Sementara itu, SK Budiardjo telah menyampaikan surat permintan perlindungan hukum kepada Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di kantor Kementerian Koordinator Polhukam, Jakarta, beberapa waktu lalu. Setelah FKMTI bersama pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertemu Mahfud, perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pemberantasan mafia tanah yang masih belum optimal.

“Perintah Bapak Presiden tersebut, padahal sudah dinyatakan setahun lalu. FKMTI pun telah melaporkan bukti-bukti perampasan tanah rakyat yang melibatkan perusahaan besar ke berbagai lembaga negara dan institusi terkait. Hingga sekarang belum terlihat beking mafia tanah kelas kakap yang diproses hukum. Korban perampasan tanah justru dikriminalisasi,” kata Budiardjo.

Budiardjo menyatakan para korban perampasan tanah tentu berharap Polri dapat melaksanakan perintah Presiden.

“Segera menindaklanjuti laporan korban dengan memeriksa terlapor bukan sebaliknya, melakukan kriminalisasi terhadap korban. Dalam pertemuan, Pak Mahfud sangat mendukung pemberantasan mafia tanah kelas beserta bekingnya,” ujarnya.

“Laporan perampasan tanah saya di Cengkareng, belum ditindaklanjuti, meski bukti tindak pidananya sudah nyata. Kasus perampasan tanah saya terjadi tahun 2010. Saya dipukul oleh preman suruhan, bahkan lima kontainer saya digondol. Baru-baru ini, saya justru dijadikan tersangka,” katanya.

Di sisi lain, konsultan hukum pertanahan, Aartje Tehupeiory mendukung ketegasan Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto untuk memberantas mafia tanah. Menurutnya, masih banyak kasus mafia tanah yang belum terselesaikan secara komprehensif.

“Bapak Presiden sudah perintahkan agar para mafia tanah ditindak tegas. Bapak Menteri ATR pun berkomitmen laksanakan instruksi tersebut. Ini tentu harus didukung, karena keberadaan mafia tanah sangat meresahkan dan menyusahkan rakyat,” kata Aartje.

(*Red)