Pers memiliki peranan penting dalam sebuah negara. Tanpa hadirnya pers masyarakat akan kesulitan mendapat hak suara terutama di negara Demokrasi seperti Indonesia.
Pers dapat hadir dalam bentuk tulisan,audio.visual.data dan grafik atau lainnya dengan menggunakan berbagai media baik cetak maupun online.
Adapun sejumlah fungsi Pers menurut UU No.40/1999 Pasal 3 Ayat 1 – 2 tentang Pers yakni
1.Sebagai Media infarmasi.
2.Sebagai Media Pendidikan.
3.Sebagai Media hiburan.
4.Sebagai alat sosial kontrol
5.Sebagai lembaga ekonomi.

Sebagai media informasi pers wajib menyajikan info yang akurat untuk menginformasikan hal yang sepatutnya menjadi hak masyarakat,seperti halnya masalah politik.ekonomi,kesehatan lingkungan dan sosial budaya. Melalui Pers masyarakat dapat meningkatkan wawasan guna mencerdaskan bangsa. Pers juga menjadi kontrol sosial dalam menegakan Panca sila hingga penegakan hukum.
Pada UU nomor 40 Tshun 1999.Pasal 6 (butir d) tertulis pula bahwa Pers dapat melakukan Pengawasan,kritik.koreksi dan saran terhadap hal hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Begitu hebatnya fungsi Pers yang di brrikan Pemerintah Indonesia.

Tapi sayang seribu kali sayang Pers yang terhormat dan mulia itu di kotori oleh orang yang mengaku wartawan tapi tidak punya ilmu jurnalistik. Seperti di kota Tangerang selatan tidak kurang dari 50 orang yang mengaku ” Wartawan KTA ” berkeliaran menyatroni Pejabat dan Kepala sekolah negri.

Kelompok “wartawan KTA” ini terdiri dari emak emak penganggur bangsa dan kebanyakan mereka istri dari para wartawan yang sudah terlebih dahulu tugas di Tangsel. Yang lebih parahnya lagi ada wartawan yang merekrut satu keluarganya mulai dari istri,anak,adik dan keponakannya semua jadi wartawan karbitan. Jadi lumayanlah kalau ada acara liputan si wartawan satu keluarga itu akan mendapat sedikitnya 5 amplop.

Mereka muncul dan berkeliaran khusus menjadi pemburu amplop. Mereka tidak sadar bahwa menjadi wartawan amplop itu sudah melanggar salah satu unsur Kode etik Pers.

Kelompok wartawan KTA ini sangat mengganggu kinerja Pejabat dan Kepala sekolah Pemkot Tangsel.hampir tiap hari mereka datang yang katanya untuk Silaturahmi tidak jelas yang membuat pusing para pejabat karena terpaksa harus memberi amplop.

Wartawan macam itu adalah perusak CITRA WARTAWAN SEJATI. Mereka tidak bisa 100 prosen di salahkan. Yang sangat keliru adalah Pemimpin Redaksinya sembarang comot untuk di jadikan wartawan. Padahal saat ini sudah di tuntut oleh publik bahwa yang namanya wartawan harus memiliki ilmu pengetahuan yg luas dan pendidikannya minimal harus S 1.

Andi Bondan,Sip
Ketua PAWARTAS.

Penulis juga menghubungi Andi Bondan seorang pemimpin redaksi yang sudah 30 tahun tugas di Tangerang. Andi Bondan ketika di minta komentarnya tentang .menjamurnya orang yang mengaku WARTAWAN. Andi Bondan cuma tersenyum dan geleng geleng kepala dan mengatakan kalau sudah terjadi seperti itu mau di bilang apa, tinggal sekarang Pemimpin redaksi yang merekrut wartawan KTA itu harus mau menatarnya dengan ilmu jurnalistik yang baik sehingga wartawan yang mereka rekrut minimal bisa menulis berita dan faham Uu pokok pers no 40 tahun 1999.
Bukan cuma kewajiban Pemimpin redaksi untuk mencerdaskan wartawannya. Juga nara sumber atau pejabat yang sering di datangi juga harus ikut mendidik dengan cara ngetes apakah wartawan itu bisa nulis berita atau tidak. Caranya mudah bila mereka datang ke sebuah acara untuk meliput suruh mereka untuk menayangkan hasil liputannya dan pinta nomor bukti penulisannya. Kalau itu ada baru mereka kasih imbalan tulisannya. Stop untuk memberi amplop setelah usai wawancara. Berilah wartawan itu imbalan setelah mereka berkarya. Begitu kata Andi Bondan Ketua Paguyuban Wartawan Tangerang selatan yg populer dengan Sebutan PAWARTAS.

Opini/Penjab.