Oleh : Ahmad Dzul Ilmi Muis )*
Seluruh masyarakat Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan dalam upaya mencegah provokasi dan kemungkinan pecah belah bangsa yang terus digencarkan oleh segelintir kelompok tidak bertanggung jawab. Bukan hanya itu, dalam konteks pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, masyarakat juga harus mampu mengawal berjalannya pesta demokrasi tersebut supaya penuh kejujuran dan keadilan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa adanya pengawasan secara pastifipatif untuk bisa menyukseskan gelaran kontestasi politik sangat memerlukan keterlibatan dari seluruh elemen masyarakat, termasuk organisasi kemasyarakat (ormas), para tokoh perempuan, hingga tidak terkecuali komunitas disabilitas.
Dalam upaya peningkatan kewaspadaan dan juga upaya pengawasan secara partisipatif tersebut, pihak Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga selama ini terus berupaya untuk menggandeng dan merangkul seluruh masarakat untuk bisa turut serta dalam melakukan pengawasan.
Masyarakat diharapkan untuk mampu tampil dan berani dalam melaporkan dugaan praktik pelanggaran Pemilu 2024 kepada Bawaslu secara langsung jika memang merasa mendapati adanya kecurangan ataupun hal yang mencurigakan selama proses pesta demokrasi sedang berlangsung. Dengan pelaporan dan keterlibatan warga tersebut, maka akan mewujudkan gelaran Pemilihan Umum yang menegakkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber dan Jurdil).
Mengenai hal itu, akademisi dari Universitas Dipenogeroro (Undip), Nur Hidayat Sardini menyampaikan kepada seluruh masyarakat bahwa berjalannya demokrasi tentu sangat penting adanya kontrol dari segenap elemen masyarakat, karena tidak akan mungkin demokrasi bisa berjalan dengan baik tanpa adanya kontrol partisipatif warga.
Maka dari itu, keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dalam hal menjaga agar asas demokrasi terus ditegakkan untuk mewujudkan gelaran Pemilu yang jujur dan adil adalah hal yang mutlak atau wajib ada.
Selain itu, pihak Bawaslu sebagai badan yang memastikan akan kualitas pelaksanaan Pemilihan Umum juga memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk bisa menjaga dan terus menjamin kualitas pesta demokrasi di Indonesia menjadi semakin baik lagi, salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kapasitas internal seluruh pengawas serta mengajak keterlibatan masyarakat untuk melakukan pemantauan dalam kontestasi politik.
Satu hal yang perlu ditekankan dalam sebuah negara yang menganut asas demokrasi adalah terjadinya perbedaan pilihan atau pandangan dalam politik, khususnya terkait pelaksanaan Pemilu 2024 merupakan hal yang sangat biasa dan lumrah terjadi. Maka dari itu, hendaknya masyarakat tidak sampai terjerumus dan semakin terpecah belah.
Masyarakat juga harus menjadi garda terdepan untuk memastikan agar seluruh pihak, termasuk para peserta Pemilu mampu terus menyuarakan adanya Pemilihan Umum yang damai dan bisa merangkul seluruh pihak.
Jangan sampai ada penyebaran isu fitnah dan hoaks atau berita bohong justru terus marak terjadi di berbagai media sosial. Hendaknya seluruh elemen mampu mengawal dan menjadikan pesta demokrasi selakyaknya benar-benar menjadi sebuah ‘pesta’ yang bisa menggembirakan semua kalangan.
Kesantunan juga harus terus dijunjung tinggi, sebagai negara yang terus menganut adab ketimuran, Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dari budaya sopan santunnya. Termasuk juga, jangan sampai ada pemakaian politik identitas yang menyinggung isu sensitif seperti SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).
Potensi akan polarisasi atau pecah belah bangsa sebenarnya akan bisa diminimalisasi dengan meningkatnya peranan aktif dari para generasi muda penerus bangsa yang memang jumlahnya sangat masif dalam gelaran Pemilu 2024 kali ini, untuk itu adanya edukasi dan literasi politik yang baik menjadikan mereka semakin aktif dan teredukasi di ruang publik termasuk di ruang digital.
Ketua Umum Froum Masyarakat Cinta Bangsa (FMCB), Sayuti juga mengingatkan bahwa hal yang paling utama dalam Pemilihan Umum adalah bukan siapa yang menang atau terpilih nantinya, melainkan terdapat hal yang jauh lebih penting daripada itu, yakni memastikan agar terjadinya perbedaan pilihan politik di tengah masyarakat tidak membuat warga menjadi terpecah belah.
Bagaimana pengalaman dalam gelaran Pemilu maupun Pilkada pada beberapa tahun lalu di Tanah Air hendaknya mampu dijadikan sebagai sebuah contoh akan kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah rusak karena disebabkan dengan penggunaan isu SARA yang jauh lebih dominan dibandingkan dengan menggunakan politik adu gagasan maupun visi dan misi.
Karena adanya polarisasi jelas sangat merugikan seluruh masyarakat Indonesia sendiri, bahkan kerukunan antar keluarga pun bisa saja terpecah belah hanya karena perbedaan pandangan atau pilihan politik. Maka dari itu, hendaknya masyarakat jangan sampai terlalu fanatik dalam berpolitik karena nantinya akan membuat sulit berpikir secara jernih.
Oleh sebab itu, kedewasaan bersikap dalam politik menjadi sangat penting untuk terus digaungkan sejak awal. Seluruh kontestasi Pemilu harus mampu berjalan dengan elegan dan mengedepankan prinsip adu ide serta gagasan, bukan sekedar sentimen saja. Pengawalan dalam Pemilu supaya berlangsung jujur dan adil juga merupakan hal penting, sehingga masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan akan adanya upaya segelintir pihak untuk terus memecah belah bangsa ini.
)* Penulis adalah alumni Fisip Unair