Oleh : Alfred Jogibalom )*
Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua sangat tega dengan mengorbankan masyarakat sipil Orang Asli Papua (OAP) sendiri. Mereka memaksa warga untuk mencuri dan melakukan perampasan senjata dari aparat keamanan personel gabungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Kebengisan tersebut diungkapkan oleh Kepala Penerangan Daerah Militer (Kapendam) XVII / Cenderawaih, Letnan Kolonel Infanteri (Letkol Inf) Candra Kurniawan. Dalam upaya pemaksanaan itu, gerombolan teroris tersebut juga sekaligus memberikan ancaman berupa jika warga gagal melakukan perampasan senjata dari aparat keamanan, maka mereka tidak akan segan untuk membunuh masyarakat.
Jelas saja dengan pola tindakan yang dilakukan oleh KST Papua itu, maka yang menjadi korban paling sengsara adalah masyarakat OAP sendiri. Bahkan mereka sama sekali tidak berpikir mengenai adanya Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga sangat tega mengorbankan masyarakat hanya untuk kepentingan golongannya saja.
Karena dengan sengaja memberikan ancaman dan juga pemaksaan kepada masyarakat sipil, maka seolah pihak KST Papua sendiri mengaku tidak mengetahui dan tidak terlibat dalam adanya perampasan ataupun pencurian senjata milik aparat keamanan itu.
Tidak hanya sampai di sana, namun dengan memanfaatkan dan berlindung di balik warga, menjadikan aparat keamanan juga sangat ekstra berhati-hati ketika hendak memberikan tindakan tegas. Pasalnya, KST Papua pun juga tidak jarang melakukan framing tersendiri bahwa seolah aparat keamanan yang justru telah melakukan tindak kekerasan pada masyarakat.
Gerombolan separatis itu juga seringkali menyebarkan banyak isu ataupun provokasi melalui berbagai media sosial untuk menciptakan sebuah narasi fitnah kepada aparat keamanan seolah TNI dan Polri tidak berprikemanusiaan serta tidak mengutamakan HAM ketika menindak, padahal justru seluruh tuduhan itu sebenarnya merupakan perbuatan mereka sendiri.
Laporan tersebut juga sesuai dengan bagaimana belakangan ini terjadinya aksi KST di Puncak Ilaga yang melakukan perampasan atas satu pucuk senjata laras panjang Pos Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3) Udara Bandara Aminggaru, Ilaga pada Kamis tanggal 1 Februari 2024 lalu.
Diketahui bahwa terdapat satu unit senjata SS1-V1 dan satu buah magazen yang berisikan sebanyak 20 butir peluru dengan kaliber 5,56 milimeter (mm) milik Polisi dari Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KPPP) yang telah dirampas oleh gerombolan pihak yang bertentangan dengan ideologi bangsa itu.
Perampasan senjata yang dilakukan tersebut terjadi di Kompleks Pasar Ilaga, Kampung Kimak, Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah (Kabid Humas Polda) Papua, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Ignatius Benny Ady Prabowo mengatakan bahwa pihaknya langsung melakukan pengejaran kepada pelaku yang bersangkutan.
Sejauh ini memang gerombolan teroris itu terus saja melancarkan aksi mereka mulai dari pencurian, perampasan senjata dari aparat keamanan hingga melakukan pembunuhan, baik dari masyarakat sipil maupun aparat keamanan juga terus menjadi korbannya, padahal sejatinya seluruh pihak memiliki hak dan keinginan untuk bisa hidup dengan bahagia, rukun dan damai beserta keluarga yang mereka sayangi.
Namun kebahagiaan masyarakat jelas telah dirampas seluruhnya oleh aksi keji dan biadab dari KST Papua itu. Sehingga hal tersebut menjadikan pihak aparat keamanan menjadi jauh lebih berhati-hati serta tidak akan pernah mempercayai gerombolan serta simpatisan mereka.
Kelicikan yang dimiliki oleh Kelompok Separatis dan Teroris di Bumi Cenderawasih itu terus menggunakan masyarakat sebagai tameng hidup mereka, bahkan juga ketika beradu tembak dengan aparat keamanan.
Padahal, seluruh keonaran yang terjadi di Tanah Papua selama ini, justru mereka adalah sumber dan penyebab utamanya dengan beragam aksi teror yang terus mereka lancarkan. Bukan hanya dengan melakukan penyerangan kepada pos penjagaan aparat keamanan saja, namun gerombolan separatis itu juga melakukan pembakaran pada fasilitas umum hingga mengintimidasi masyarakat sekitar.
Mereka sama sekali tidak segan pula untuk melakukan kontak senjata dengan aparat keamanan dari personel gabungan TNI dan Polri bahkan di tengah masyarakat sipil yang sedang melakukan aktivitas keseharian mereka.
Justru kesempatan tersebut dijadikan sebuah momentum bagi KST Papua agar masyarakat juga ikut terlibat dan berpotensi menjadi korban, agar mereka mampu menyebarkan berbagai macam isu bahwa seolah aparat keamanan yang telah melakukan tembakan kepada warga Orang Asli Papua (OAP).
Karena sudah sangat membahayakan keselamatan semua warga, maka sudah barang tentu hendaknya seluruh masyarakat mampu bersatu dan bekerja sama dengan aparat keamanan untuk semakin meningkatkan kondusivitas dan keamanan di wilayah mereka masing-masing, jangan sampai justru menjadi simpatisan dari KST Papua dan jika menemui adanya pergerakan dari gerombolan teroris itu, diimbau untuk langsung melakukan pelaporan.
Perlakuan KST Papua yang telah tega mengorbankan masyarakat sipil dan menjadikan warga sebagai tameng hidup itu sudah menjadi tindakan yang sama sekali tidak bisa ditoleransi lagi sehingga dibutuhkan penanganan yang tegas dan terukur.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta