Oleh: Puteri Lumban Raja )*
Pemilu damai tanpa politik identitas menjadi landasan utama bagi keberlangsungan demokrasi yang sehat dan berkelanjutan. Politik identitas, bila dimanfaatkan secara negatif, dapat memicu konflik SARA, radikalisme agama, dan strategi politik berbasis propaganda yang memupuk kebencian terhadap kelompok lain. Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Malang, Dr. Wahyudi Winarjo, menegaskan bahwa isu politik identitas kerap menjadi senjata dalam politik di berbagai negara. Namun, fokus utamanya adalah pada bagaimana politik identitas digunakan – apakah untuk kepentingan rakyat dan bangsa atau justru sebagai alat untuk merusak hubungan antar kelompok.
Wahyudi menjelaskan bahwa politik identitas menjadi berbahaya ketika para pelaku politik menggunakan identitas tersebut dengan cara merendahkan identitas pihak lain, bahkan hingga menghasut kebencian dan menimbulkan perpecahan. Oleh karena itu, literasi politik menjadi instrumen kunci dalam menghadapi ancaman politik identitas, terutama di kalangan generasi muda yang sangat aktif di media sosial. Dr. Wahyudi mendorong agar generasi muda memperkuat literasi politik, memiliki hati nurani yang kuat, dan wawasan politik yang positif demi masa depan bangsa yang lebih baik.
Seorang influencer, Ilham Zada, menekankan bahwa politik identitas merupakan realitas yang tidak dapat dihindari, tetapi yang perlu dipahami adalah bagaimana cara mengelolanya. Dia mencatat Pilgub Jakarta 2017 sebagai contoh fenomena politik identitas yang dianggap negatif dan menakutkan. Namun, menurutnya, potensi politik identitas dalam Pemilu 2024 tidak lagi terfokus pada aspek agama, melainkan pada isu ras, terutama jika calon presiden berasal dari latar belakang ras yang berbeda.
Keberlanjutan persatuan dan kesatuan sebagai dasar negara menjadi tema utama. Harapannya, partai politik juga diingatkan untuk tidak menggunakan politik identitas berbasis ras dalam kampanye mereka.
Saat peringatan Hari Amal Bakti Kementerian Agama ke-78, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengajak ASN Kementerian Agama untuk menjaga netralitas selama Pemilu 2024.
Menurutnya, politik adalah agenda setiap warga negara, tetapi ASN Kementerian Agama diharapkan dapat mempertahankan netralitas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Yaqut menyatakan bahwa politik identitas, terutama yang terkait dengan identitas keagamaan, harus dihindari karena dapat membahayakan keutuhan bangsa dan berpotensi mengarah pada disintegrasi.
Dalam upaya mendukung terciptanya suasana kondusif, ASN Kemenag diminta untuk mengawal pemilihan umum dari potensi penggunaan politik identitas. Yaqut menekankan bahwa pemilu harus dijadikan sebagai agenda yang penuh kegembiraan dan sukacita. ASN Kemenag juga diingatkan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh umat beragama sebagai bentuk menjaga netralitas dan mewujudkan birokrasi yang melayani. Upaya bersama untuk menciptakan Indonesia yang hebat diharapkan dapat terwujud melalui partisipasi aktif dalam pemilihan umum yang damai dan bebas dari politik identitas.
Sejalan dengan itu, penekanan pada literasi politik dan penghindaran politik identitas juga Rektor UIN Ar-Raniry, Prof. Mujiburrahman, dalam amanat tertulis Menteri Agama, mencatat beberapa capaian Kementerian Agama yang terkait dengan program prioritas, seperti moderasi beragama, digitalisasi institusi, kemandirian pondok pesantren, dan kerukunan antar umat beragama.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, memandang bahwa Kementerian Agama memiliki tanggung jawab untuk bersama-sama dengan umat mencapai Indonesia yang hebat. Ini tercermin dalam pelayanan yang diberikan kepada seluruh umat beragama. ASN Kemenag diimbau untuk berusaha bersama-sama mewujudkan birokrasi yang melayani dengan senang hati, riang gembira, dan penuh pengabdian. Yaqut mengajak agar pelayanan umat dianggap sebagai panggilan hati, bukan sekadar kewajiban birokrasi.
Partisipasi aktif masyarakat memiliki peran krusial dalam mencegah politik identitas yang dapat merusak suasana Pemilu 2024. Dengan menyadari pentingnya partisipasi dan literasi politik, masyarakat dapat menjadi garda terdepan dalam memastikan pemilu berjalan dengan damai dan jauh dari polarisasi identitas yang merugikan.
Berikut adalah beberapa aspek yang menjelaskan betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam mencegah politik identitas pada pemilu.
Partisipasi masyarakat dapat dimulai dengan peningkatan literasi politik. Masyarakat yang paham betul akan proses demokrasi, hak-hak politik, dan dampak politik identitas cenderung lebih kritis terhadap kampanye yang menggunakan isu identitas sebagai alat manipulasi.
Oleh karena itu, mendukung inisiatif pendidikan politik dan literasi media sangat penting. Masyarakat dapat memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan media sosial yang lebih positif dan bertanggung jawab. Menghentikan penyebaran informasi palsu dan menghindari penyebaran retorika yang memicu polarisasi dapat menjadi kontribusi penting dari masyarakat.
Dengan partisipasi aktif dan tanggap masyarakat, Pemilu 2024 dapat menjadi panggung demokrasi yang sehat, bebas dari ancaman politik identitas yang dapat mengancam keutuhan bangsa. Melalui kesadaran dan tindakan bersama, masyarakat dapat memainkan peran kunci dalam membangun masyarakat yang inklusif, harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
)* Kontributor Pertiwi Institute