Jakarta, Dinamikaonline- PDI Perjuangan dalam laman resmi X.com @PDI-Perjuangan menyatakan penetapan Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan politisasi hukum dan pemidanaan yang dipaksakan.
Ada 9 poin yang menjadi perhatian PDI Perjuangan menyikapi penetapan tersangka Sekjen Hasto Kristiyanto.
1. Status tersangka ini hanya membuktikan informasi yang beredar lama bahwa Sekjen DPP PDI Perjuangan akan segera dijadikan tersangka.
2. Pemanggilan Sekjen Hasto dimulai ketika beliau bersuara kritis terkait kontroversi di MK.
3. Kasus suap Harun Masiku telah bersifat inkracht (berkekuatan hukum tetap) dan para terdakwa bahkan sudah menyelesaikan masa hukuman.
4. Ada upaya pemidanaan yang dipaksakan/ kriminalisasi mengingat KPK tidak menyebutkan adanya bukti-bukti baru.
5. PDI Perjuangan menduga Alasan sesungguhnya dari menjadikan Sekjen Hasto sebagai tersangka adalah motif politik.
6. Politisasi hukum terhadap Sekjen Hasto juga diperparah dengan bocornya SPDP kepada media massa.
7. PDI Perjuangan dan Sekjen Hasto telah dan akan selalu mentaati proses hukum dan bersifat kooperatif.
8. PDI Perjuangan lahir dari cita-cita besar untuk membawa Republik ini berjalan di atas rel demokrasi dengan prinsip negara hukum yang adil dan transparan.
9. Penetapan Sekjen Hasto ini mengkonfirmasi keterangan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada tanggal 12 Desember 2024 bahwa PDI Perjuangan akan diawut-awut atau diacak-acak terkait Kongres VI PDI Perjuangan.
Diketahui, seperti Dikutip dari laman resmi KPK pada 24 Desember 2024. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan HK sebagai Tersangka dalam pengembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait suap atas penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024. Tersangka HK juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dimaksud.
Dalam perkara ini, sebelumnya KPK telah menetapkan empat orang sebagai Tersangka, yaitu HM dan SB selaku pemberi suap, serta WS dan ATF selaku penerima suap. Selanjutnya, pada proses penyidikan berkas perkara dan upaya penelusuran daftar pencarian orang (DPO) HM, KPK menemukan adanya bukti keterlibatan HK dan DTI selaku orang kepercayaan HK.
Tersangka HK diduga bekerja sama dengan HM, SB, dan DTI melakukan penyuapan kepada WS dan ATF. HK diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada WS dan ATF.
Selain itu, HK juga diduga memerintahkan HM dan saksi lain untuk merendam telepon selulernya ke dalam air agar informasi yang dibutuhkan KPK tidak dapat ditemukan. HK juga diduga memerintahkan HM untuk melarikan diri. HK pun mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara HM dan mengarahkannya agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Atas perbuatan tersebut, HK disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Selain itu, HK juga diduga telah melanggar ketentuan Pasal 21 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
(Wans)