Oleh: Martha Mulya Bakti)*
Seluruh masyarakat di Indonesia harus terus mampu menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah mereka masing-masing. Jangan sampai mudah termakan adanya isu dan propaganda, telebih berita bohong atau hoaks yang mungkin saja terus disebarkan terkait dengan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 serta hindari aksi provokasi dan demonstrasi yang hanya akan memicu aksi anarkis saja.
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengajak kepada seluruh masyarakat untuk terus menjaga ketertiban dan mengimbau agar semua pihak mampu menggunakan jalur yang tepat dalam menyampaikan bentuk protes setelah pelaksanaan proses pencoblosan Pemilu 2024.
Terkait aksi demonstrasi sendiri, memang sebenarnya hal itu oleh konstitusi yang berlaku di Indonesia sama sekali tidak dilarang karena bangsa ini memang menganut asas demokrasi sehingga setiap orang bisa bebas berpendapat.
Namun terdapat catatan penting yang harus diketahui oleh segenap elemen bangsa, utamanya oleh segelintir kecil masyarakat yang hendak menyampaikan aspirasi mereka melalui demonstrasi.
Tentu saja tidak bisa dipungkiri bahwa pelaksanaan aksi demonstrasi sendiri sejauh ini sangat berpotensi dan mudah untuk berujung pada aksi anarkisme, yang mana justru bersifat kontra produktif dan semakin membahayakan lingkungan sekitar termasuk masyarakat itu sendiri dan orang lain.
Maka dari itu, karena lebih banyak mendatangkan dampak negatif, maka sebaiknya hal-hal seperti aksi demonstrasi itu tidak dilakukan. Akan jauh lebih baik lagi apabila semua pihak mampu menghormati serta menghargai apapun dan bagaimanapun hasil akhir dari pelaksanaan kontestasi politik lima tahunan di Tanah Air itu, yang mana nantinya akan ditetapkan secara sah dan final oleh penyelenggara Pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Lebih lanjut, aparat keamanan juga menegaskan bahwa pihaknya jelas akan langsung bertindak dengan sangat tegas terhadap segala bentuk tindakan anarkis dalam hal apapun ataupun jika terjadi pelanggaran hukum, terlebih selama periode pasca pelaksanaan Pemilu 2024 seperti sekarang ini.
Sebenarnya pihak aparat keamanan sendri juga telah melakukan persiapan dengan sangat matang bahkan sejak jauh hari dalam menghadapi Pemilu hingga sampai di titik seperti sekarang ini.
Banyak upaya telah dilakukan, termasuk salah satunya adalah digunakannya cooling system yang digencarkan sejak jauh hari dengan mengajak kerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan terkait atau stakeholder seperti para tokoh nasional, tokoh agama, tokoh adat hingga para tokoh lokal.
Diharapkan dengan terjadinya sinergitas yang baik antar seluruh pihak itu sehingga secara bersama-sama mampu menjaga apapun dan bagaimanapun hasil dari Pemilihan Umum (Pemilu) dan nantinya ketika sudah ditetapkan hasil akhirnya oleh KPU, tentu semua puhak wajib menghormatinya.
Di sisi lain, biasanya dari adanya gerakan atau aksi demonstrasi yang dilakukan segelintir pihak, tentunya sangat rawan beberapa pihak lain yang kemudian menungganginya atau bahkan dengan sengaja menicptakan kerusuhan di dalamnya dengan sejumlah provokasi kericuhan sehingga tercipta sebuah tindak anarkis.
Bukan hanya menginisiasi untuk melakukan bentrok dengan aparat keamanan saja, namun sejumlah kelompok tidak bertanggung jawab itu juga merusak sejumlah fasilitas umum seperti motor, pagar, melempari petasan dan juga melakukan aksi vandalisme atau mencorat-coret tembok gedung pemerintahan.
Sehingga jelas saja dengan potensi adanya kericuhan hingga berujung pada tindak anarkis itu, bahkan kerap kali juga memakan korban luka hingga korban jiwa, tentunya pelaksanaan aksi demonstrasi, terlebih mengenai hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sebenarnya akan jauh lebih baik untuk tidak dilakukan.
Pakar Psikologi Sosial dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Zainal Abidin melihat pula bahwa seringkali adanya aksi demonstrasi yang kemudian berujung pada tindak anarkisme itu ternyata karena ditunggangi, ada motif politik tertentu dan memang bukan murni gerakan yang berasal dari panggilan hati ataupun moral.
Memang sangat berbahaya jika masyarakat tidak dengan ikhlas menerima bagaimana hasil akhir dari pesta demokrasi lima tahunan itu, sebab justru akan semakin menghambat jalannya pemerintahan dan menghambat program pemerintah untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat sendiri.
Secara psikologis, pihak-pihak yang menunggangi atau kelompok yang memprovokasi itu mampu mengakibatkan anarkisme terjadi karena telah ada penularan emosi (emotional contagion) di sana, terlebih jika dalam sebuah kerumunan itu juga pasti ada terikan, maka massa yang lain akan sangat mudah untuk terpicu.
Untuk itu, Dinas Sosial (Dinsos) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta meminta kepada seluruh masyarakat untuk tetap menjaga keamanan dan ketertiban usai pelaksanaan Pemilu 2024. Tantangan akan penjagaan kamtibmas itu jelas sangat membutuhkan kebersamaan dan persatuan warga dalam menghadapinya.
Karena memang sangat penting untuk terus menjaga supaya iklim dan stabilitas keamanan hingga ketertiban masyarakat (kamtibmas) terus dalam kondisi yang baik. Sejumlah ajakan dan isu hingga provokasi mengikuti aksi demonstrasi harus terus diwaspadai karena justru yang ada hanyalah akan mendatangkan banyak dampak negatif termasuk rawan berujung tindak anarkis.
)*Penulis adalah Praktisi Hukum dari Univ. Mulawarman