Oleh : Kurniawan Hamdan)*
Tindakan kekerasan atau radikalisme merupakan suatu paham yang menghendaki adanya perubahan atau pergantian terhadap suatu sistem di masyarakat sampai keakarnya dengan menggunakan cara-cara kekerasaan. Aksi kekerasan yang terjadi selama ini mayoritas dilakukan oleh kelompok orang yang mengatasnamakan agama dengan menyalahartikan sejumlah pengertian kebaikan untuk dijadikan dalil dengan melakukan tindakan kekerasan atas nama jihad. Semua aksi kekerasan atas nama agama sangat tidak dibenarkan, baik menurut hukum agama dan negara. Gerakan ini bisa dicegah dengan memperkuat rasa kesatuan dan persatuan bangsa.
Indonesia adalah bangsa yang besar, memiliki ribuan pulau dan kekayaan yang melimpah. Selain itu, Indonesia memiliki suku bangsa, budaya, dan bahasa yang beraneka ragam. Semua itu tidak akan bersatu jika para pendiri bangsa tidak menyatukan semangat juang untuk merdeka. Persatuan bangsa Indonesia mengandung unsur-unsur cita-cita dari persaudaraan dan persahabatan, diliputi dengan suasana kebaikan, kesucian dan keindahan. Persatuan dan kesatuan bangsa harus selalu dijaga, supaya negara Indonesia menjadi negara yang mandiridan terhindar dari segala paham berbahaya bukan dari budaya bangsa.
Paham radikalisme sangat merusak moral bangsa bahkan pilar pilar ideologi Pancasila. Sedangkan agama dijadikan sebagai fondasi/alat yang kemudian dipahami secara ekstrim. Radikalisme dapat memperkuat polarisasi sosial di masyarakat, memecah belah hubungan antarwarga dan menciptakan ketidakharmonisan serta merusak citra negara di mata dunia.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Komjen Pol. Mohammed Rycko Amelza Dahniel mengatakan sasaran kelompok radikalisme adalah menjadikan para generasi muda intoleran. proses penyebaran ideologi ini menyasar kepada keyakinan generasi muda dengan diperkuat oleh narasi-narasi perintah agama. Ideologi ini membuat orang menjadi yakin bahwa apa yang dilakukan itu merupakan perintah agama.
Kelompok radikal atau aktor asing kerap memanfaatkan media sosial dan platform online untuk menyebarkan hoaks, berita palsu, dan propaganda yang dirancang untuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap dasar negara dan pemerintah yang berdaulat. Selain itu, kelompok radikal akan berupaya untuk mengintimidasi kelompok yang menolak atau berseberangan dengan pahamnya. Intimidasi tersebut dapat berbentuk tindakan kekerasan, ancaman, atau kampanye intimidasi.
Menghadapi kondisi ini, maka pemahaman nilai-nilai Pancasila dengan melibatkan pemuda dan pemuka agama melalui sebuah sikap moderat menjadi sangat penting. Kerja sama seluruh elemen masyarakat sangat diperlukan dalam melawan narasi radikal. Apalagi diperkirakan kelompok paham radikal kian intensif menyebarkan virus radikal terorisme kepada pelajar dan pemuda.
Ketua MPR, Bambang Soesatyo mengatakan pencegahan radikalisme perlu dilakukan secara masif untuk melindungi masyarakat dan generasi muda dari faham garis keras tersebut. Pendidikan dan penguatan nilai nilai Pancasila perlu terus digaungkan mulai dari pendidikan dini. Bahkan peran seluruh elemen masyarakat sangat penting untuk memerangi paham radikalisme di dunia maya. Melalui penguatan rasa kesatuan dan persatuan, masyarakat akan kembali pada nilai-nilai luhur yang telah disepakati para pendiri bangsa. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang menciptakan situasi nihil aksi terorisme di Tanah Air di masa depan.
Pihaknya juga mengingatkan masih besarnya tantangan eksklusivisme sosial yang terkait derasnya arus globalisasi yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas, gejala polarisasi dan fragmentasi sosial yang berbasis SARA. Masih dapat di rasakan indikasi adanya upaya untuk menggoyahkan dan merongrong Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, upaya untuk menanggulangi radikalisme menjadi suatu keharusan demi menjaga keamanan dan stabilitas nacional serta merawat persatuan. Harapannya, dengan kerja sama di semua lini antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan penuh toleransi. Upaya pencegahan dan penanggulangan radikalisme tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan juga tanggung jawab bersama bagi seluruh elemen masyarakat.
Ketua Ormas lintas agama dan kebhinekaan Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB), AR Waluyo Wasis Nugroho mengatakan Pemilu kali ini menyimpan potensi keretakan bangsa yang cukup besar. Segala akumulasi persoalan bangsa berkumpul dalam satu kepentingan perebutan kekuasaan. Dalam moment inilah kelompok-kelompok pemecah belah bangsa mendapatkan peluang masuk ke dalam jurang perseteruan antar kubu pendukung Capres.
Peryataan bernada kewaspadaan tersebut didasari atas maraknya arogansi, intimidasi, provokasi dan pemutarbalikan fakta terkait persaingan antar Capres. Masyarakat awam menjadi obyek kebencian yang sengaja disebarluaskan untuk meraih suara. Masyarakat di pelosok yang selama ini hidup harmoni, kini sedang diseret-seret untuk kepentingan politik.
Melalui penguatan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa diharapkan masyarakat akan terhindar dari berbagai paham berbahaya terutama jelang Pilpres 2024 mendatang. Hal tersebut guna mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan bersatu di era digitalisasi dimana saat ini transfer informasi bergerak begitu cepat.
Diharapkan penguatan sinergitas dari berbagai pihak, utamanya dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat bersama pemuda, mampu semakin menciptakan lingkungan yang damai dan juga semakin toleran, serta mampu menjauhkan warga dari potensi paham radikalisme, intoleransi, bahkan tindakan terorisme.
)* Penulis merupakan Mahasiswa yang tinggal di Jakarta