Oleh Andini Putri )*
Pemilihan umum selalu menjadi momentum penting dalam kehidupan demokrasi sebuah negara. Namun, Pemilu 2024 di Indonesia menunjukkan adanya kekhawatiran yang mendalam akan potensi konflik pasca-pemilu. Melihat kondisi politik yang semakin memanas, sangatlah penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dan berpartisipasi aktif dalam mewaspadai potensi konflik demi mencegah terjadinya perpecahan pasca-gelaran pemilu.
Ajakan ini bukanlah sekadar panggilan moral, tetapi sebuah tanggung jawab bersama untuk menjaga kedamaian dan stabilitas negara. Dalam sebuah negara demokratis, perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah dan wajar. Namun, ketika perbedaan pendapat tersebut mengarah pada konflik yang merusak, maka itu menjadi ancaman serius bagi keutuhan bangsa.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) Komjen Pol. Mohammed Rycko Amelza Dahniel, telah mengimbau Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) dan Duta Damai Sumatera Utara (Sumut) agar selalu menjaga persatuan. Hal ini sebagai bentuk komitmen keikutsertaan dalam menciptakan pelaksanaan pesta demokrasi yang aman dan damai. Rycko berpesan agar pilihan yang berbeda tidak menjadi alasan untuk terpecah apalagi menjadi dasar untuk menggunakan kekerasan.
Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara haruslah memahami pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan. Dalam konteks pemilu, hal ini dapat diwujudkan melalui partisipasi dengan bijak, yaitu menggunakan hak pilih secara bijak dan rasional. Memilih calon berdasarkan visi, misi, dan program kerja yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta mengedepankan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Selaras dengan arahan Kepala BNPT RI, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FPKT) Sumatera Utara, Ishaq Ibrahim, mengatakan sejatinya telah melakukan berbagai langkah nyata untuk menciptakan pemilu yang damai di Sumatera Utara. FKPT selalu memberi pencerahan kepada masyarakat melalui Khutbah Jumat, melalui pengajian, remaja masjid hingga karang taruna, pihaknya berupaya sedini mungkin membendung munculnya ideologi kekerasan selama maupun pasca pelaksanaan pesta demokrasi Pemilu 2024.
Menjaga komunikasi yang baik juga dibutuuhkan dalam rangka menghindari penyebaran informasi yang tidak benar atau menyesatkan yang dapat memicu ketegangan di antara masyarakat. Selalu memeriksa kebenaran informasi sebelum menyebarkannya mutlak diperlukan, terutama di media sosial yang rentan terhadap disinformasi. Masyarakat juga memiliki peran dalam pemantauan jalannya proses pemilu secara adil dan transparan. Melaporkan segala bentuk pelanggaran yang terjadi kepada lembaga yang berwenang sehingga proses pemilu dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan prinsip demokrasi.
Dalam hal ini, Koordinator Duta Damai Sumatera Utara, Dewi Sartika mengatakan pihaknya telah memulai langkah pemilu damai dari media sosial. Pihaknya berkampanya di media sosial dengan tagline “beda pilihan bukan menjadi halangan”. Diharapkan upaya tersebut dapat menurunkan situasi panas di media sosial yang tengah terjadi dengan semakin dekatnya waktu pemilihan Pemilu 2024.
Mendorong dialog yang terbuka antara berbagai pihak yang berbeda pendapat, memperkuat budaya toleransi, dan menghormati perbedaan pendapat sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat juga diperlukan untuk mewujudkan Pemilu Damai 2024. Mengingatkan satu sama lain akan pentingnya menjaga keutuhan bangsa dan menghindari segala bentuk tindakan yang dapat memicu perpecahan harus dilakukan oleh seluruh elemen bangsa ini.
Seperti yang dilakukan para tokoh agama lintas agama di Sulawesi Tengah yang sepakat mewujudkan Pemilihan Umum (Pemilu) damai. Kesepakatan itu tertuang dalam Deklarasi Pemilu Damai 2024. Deklarasi tersebut memuat empat poin penting yakni, menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Bertekad menyukseskan Pemilu tahun 2024 yang berintegritas, jujur, adil, demokrasi, aman, damai dan bermartabat. Tunduk dan patuh pada peraturan perundang undangan yang berlaku di NKRI. Serta, menolak segala bentuk penyebaran hoaks, ujaran kebencian, politik uang, serta politisasi agama dan etnis.
Naskah deklarasi dibacakan lima tokoh lintas agama dan diikuti Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) Sulawesi Tengah, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan sejumlah partai politik.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah, Zainal Abidin dalam deklarasi tersebut menyebutkan, pihaknya berkepentingan untuk menyukseskan Pemilu 2024. Oleh karena itu, FKUB mengajak semua komponen dan elemen termasuk peserta pemilu untuk bersama – sama penyelenggara pemilu menyukseskan Pemilu 2024.
Zainal menyebut para tokoh agama harus bisa mendampingi umat masing masing, memberikan pencerahan kepada umat, agar umat memahami maksud dan tujuan pemilu, sehingga tidak perlu bertikai karena berbeda pilihan. Menurut Wakil Ketua Asosiasi FKUB Nasional itu, tokoh agama, peserta pemilu, penyelenggara pemilu, Forkompimda, harus menghargai dan menghormati perbedaan. Zainal juga meminta semua pihak tidak memonopoli kebenaran dan merasa paling benar. Oleh karena itu, semua pihak diimbau agar tidak perlu mencaci dan memaki orang yang berbeda, dan tidak perlu memfitnah orang atau kelompok lain.
Mewaspadai potensi konflik pasca-pemilu bukanlah tanggung jawab yang hanya dipikul oleh pemerintah atau lembaga terkait, tetapi merupakan tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Kita semua memiliki peran dalam memastikan bahwa setiap pemilu berlangsung secara damai dan hasilnya diterima dengan lapang dada oleh semua pihak. Dengan bersatu dan berpartisipasi aktif, kita dapat mencegah terjadinya perpecahan pasca-gelaran pemilu dan memperkuat fondasi keutuhan bangsa.
)* Penulis merupakan anggota Forum Pemuda Lintas Agama