Oleh : Mayang Dwi Andaru )*

Pemilihan Umum (Pemilu) bukan hanya tentang menentukan pemenang suatu kontestasi politik, tetapi juga ujian bagi kesehatan demokrasi suatu negara. Dalam hal ini, integritas pemilu menjadi kunci utama, dan salah satu aspek terpenting adalah netralitas dari Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Netralitas ini bukan sekadar aturan formal, melainkan fondasi moral yang menentukan sejauh mana proses demokrasi berlangsung secara adil dan bebas dari intervensi yang bersifat partisan. Dengan menyongsong Pemilu 2024, penting untuk menggali lebih dalam mengenai tantangan netralitas ini dan upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga integritas proses demokrasi di Indonesia.

Netralitas ASN, TNI, dan Polri dalam Pemilu diatur dengan tegas oleh beberapa undang-undang. Larangan untuk berpihak kepada calon tertentu atau partai politik telah dijelaskan dalam UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN, UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI, dan TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000. Namun, menjelang Pemilu 2024, netralitas lembaga-lembaga ini menjadi sorotan publik.

Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Agus Pramusinto, mengeluarkan prediksi yang cukup mencengangkan. Ia memperkirakan bahwa jumlah pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu 2024 bisa mencapai 10.000 kasus, meningkat lima kali lipat dibandingkan dengan Pilkada serentak 2020.

Prediksi ini didasarkan pada perhitungan matematis dari pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada 2020 yang hanya melibatkan 270 daerah. Dengan Pemilu 2024 yang melibatkan 548 daerah, potensi pelanggaran diprediksi akan meningkat tajam.

Agus menyoroti bahwa sepuluh daerah, terutama yang dinilai rawan, menjadi fokus pengawasan. Ia menyebutkan Purbalingga dan Sulawesi Tenggara sebagai daerah yang potensial untuk pelanggaran netralitas. Dengan kompleksitas pemilihan yang melibatkan pemilihan legislatif, pemilihan presiden, hingga pemilihan daerah serentak, Agus memperkirakan potensi pelanggaran akan semakin besar.

Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Islam Indonesia, Ridwan, memberikan tanggapan yang menguatkan urgensi netralitas ASN, TNI, dan Polri. Menurutnya, netralitas adalah konsekuensi langsung dari pilihan hidup sebagai abdi negara.

Begitu seseorang memilih menjadi bagian dari ASN, TNI, atau Polri, maka kewajiban netralitas sudah melekat, sebagai bentuk pengabdian kepada negara. Netralitas di sini diartikan sebagai ketidakpartisan, yakni tidak ikut bersaing atau bersikap partisan dalam dunia politik.

Ridwan juga mengingatkan akan adanya sanksi tegas bagi ASN, TNI, dan Polri yang terbukti terlibat dalam kegiatan politik dengan kategori pelanggaran berat. Sesuai dengan UU No.20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, sanksi pemberhentian dengan tidak hormat akan diberlakukan untuk menjaga integritas dan netralitas lembaga.

Melihat potensi pelanggaran netralitas yang tinggi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) turut serta dalam menjaga netralitas ASN. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria, secara resmi menyatakan dukungan penuh terhadap KASN dalam menjaga netralitas ASN menjelang Pemilu 2024. Upaya ini tidak hanya bersifat verbal, tetapi diwujudkan melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara KASN dan Kominfo.

PKS tersebut membahas tentang pengawasan konten internet terkait netralitas pegawai ASN dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Nezar menjelaskan bahwa kerja sama ini tidak hanya berfokus pada ruang fisik, tetapi juga di ruang digital. Dengan demikian, upaya menjaga netralitas ASN tidak hanya dilakukan secara konvensional, tetapi juga merambah ke dunia maya.

Nezar menekankan bahwa jika terdapat isu atau tindakan ASN yang melanggar seruan untuk menjaga netralitas, tindakan sesuai dengan peraturan yang berlaku akan diambil. Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya memasang aturan, tetapi juga siap untuk memberikan konsekuensi bagi pelanggaran netralitas ASN.

Kementerian Kominfo tidak hanya berhenti pada kerja sama formal dengan KASN, tetapi juga gencar melakukan sosialisasi kepada seluruh sivitas agar tidak berpihak kepada pasangan calon tertentu dan tidak terlibat dalam kegiatan politik. Sosialisasi ini sejalan dengan pelaksanaan keputusan bersama tentang pedoman pembinaan dan pengawasan netralitas Aparatur Sipil Negara dalam penyelenggaraan pemilu.

Pentingnya peran masyarakat dalam menjaga netralitas ASN, TNI, dan Polri tidak bisa diabaikan. Dalam sebuah sistem demokratis, partisipasi dan pengawasan masyarakat merupakan pilar utama. Masyarakat memiliki peran krusial dalam mengawasi perilaku ASN, TNI, dan Polri, serta memberikan laporan jika terdapat pelanggaran netralitas.

Seiring dengan sosialisasi, Kementerian Kominfo juga menegaskan bahwa akan ada tindakan tegas untuk ASN yang terbukti melakukan pelanggaran. Meskipun tidak menyebutkan detail sanksi, pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah siap memberikan konsekuensi serius bagi mereka yang melanggar aturan netralitas.
Melihat semua langkah dan dukungan yang dilakukan oleh pemerintah, netralitas ASN, TNI, dan Polri bukanlah sekadar tugas, melainkan tanggung jawab moral untuk menjaga integritas dan keadilan dalam demokrasi. Keterlibatan aktif KASN dan dukungan dari Kementerian Kominfo melalui PKS menjadi bukti konkret bahwa pemerintah serius dalam menjaga netralitas pegawai ASN.

Mari kita bersama-sama menjaga integritas Pemilu 2024 dengan mendukung netralitas ASN, TNI, dan Polri. Netralitas adalah kunci utama untuk memastikan bahwa suara rakyat benar-benar menjadi penentu dalam proses demokrasi ini. Dengan bersama-sama memahami dan mendukung prinsip netralitas, kita dapat melangkah menuju Pemilu yang bermartabat dan mewujudkan cita-cita demokrasi yang sesungguhnya.

)* Penulis adalah kontributor Sadawira Utama