Oleh : Elisabeth Titania Dionne )*
Pemilu 2024 semakin mendekat, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia tengah menghadapi tantangan nyata dalam menjaga integritas dan keadilan dalam proses demokrasi. Ancaman politik uang elektronik menjadi sorotan utama, memaksa Bawaslu untuk menjalin kemitraan dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sejak awal 2023, Bawaslu di bawah kepemimpinan Lolly Suhenty berkomitmen untuk menjalin kerja sama dengan PPATK dan OJK. Mereka menyadari bahwa meningkatnya transaksi elektronik menjadi sebuah tantangan yang harus dihadapi dengan strategi pencegahan yang efektif.
Situasi terkini menunjukkan bahwa transaksi elektronik menjadi suatu kendala yang nyata, memerlukan langkah-langkah pencegahan yang dapat mengatasi permasalahan tersebut.
Dalam upayanya, Bawaslu melakukan pemetaan kerawanan pemilu terkait isu politik uang. Fenomena maraknya praktik politik uang secara elektronik menjadi sinyal ancaman serius yang semakin meningkat menjelang Pemilu.
Lolly menegaskan bahwa melawan politik uang elektronik bukanlah hal yang mudah, dan pencegahan harus dilakukan dengan kampanye terbuka yang menyadarkan masyarakat bahwa pemberian uang elektronik adalah pelanggaran pemilu.
Diversifikasi modus atau cara pemberian uang menuntut langkah-langkah pencegahan yang lebih masif dan adaptif dengan perubahan zaman. Salah satu tantangan besar adalah minimnya bukti dan saksi dalam laporan politik uang, sehingga tindak lanjut laporan seringkali tidak optimal.
Menyikapi hal ini, Lolly menekankan perlunya pendampingan optimal di tengah masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya politik uang.
Partisipasi aktif masyarakat dianggap sebagai modal utama dalam upaya pencegahan dan penindakan politik uang. Melalui terus-menerus melakukan sosialisasi tentang bahaya politik uang terhadap demokrasi, Bawaslu berharap kesadaran masyarakat semakin kuat, dan mereka lebih aktif terlibat dalam pencegahan politik uang. Penguatan pengetahuan masyarakat melalui pengawasan partisipatif dianggap sebagai kunci utama dalam memperkuat partisipasi masyarakat.
Lolly menekankan bahwa keterlibatan masyarakat harus didukung oleh komitmen pemangku kepentingan, termasuk penyelenggara pemilu, peserta pemilu beserta tim sukses, serta pemerintah. Kolaborasi ini diharapkan dapat menjadikan pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 dilakukan secara jujur dan adil.
Namun, tantangan tidak hanya datang dari pihak internal, seperti Bawaslu, tetapi juga dari pihak eksternal.
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Ratna Dewi Pettalolo, menyoroti posisi politik uang pada Pemilu 2019 yang menduduki peringkat ketiga dalam pelanggaran pemilu. Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menempati peringkat pertama. Ratna berharap agar Pemilu 2024 bebas dari politik uang, namun menyadari bahwa realitas di lapangan tidak semudah itu.
Ratna menyoroti potensi tingginya politik uang di daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Contohnya, di Pandeglang, Banten, politik uang memiliki dampak signifikan terhadap partisipasi pemilih. Ratna menekankan perlunya pendekatan khusus dari Bawaslu dalam mencegah politik uang, terutama di daerah yang memiliki angka kemiskinan tinggi. Pemetaan komprehensif dari regulasi hingga budaya di setiap daerah dianggap sebagai langkah penting untuk meminimalisasi politik uang.
Ratna mencatat bahwa budaya pemberian uang pada saat pesta besar di beberapa daerah dapat menjadi potensi politik uang yang sulit diidentifikasi. Oleh karena itu, diperlukan penindakan yang bijaksana untuk membedakan antara mempertahankan budaya dan memengaruhi pemilih pada masa kontestasi.
Dalam konteks ini, e-Wallet atau dompet digital dianggap sebagai sarana baru dalam praktik money politic menjelang Pemilu 2024. Koordinator Tenaga Ahli Bawaslu RI, Bachtiar Baetal, menyatakan bahwa praktik politik uang semakin bervariasi, salah satunya melalui e-Wallet.
Meski regulasi yang ada belum secara spesifik mengatur politik uang melalui e-Wallet, Bawaslu RI berencana untuk menyelidiki dan mengintegrasikan isu ini dalam kajian indeks kerawanan pemilu.
Bachtiar menekankan peran aktif masyarakat melalui pengawasan partisipatif untuk mencegah praktik politik uang. Pemetaan yang telah dilakukan oleh Bawaslu hingga tingkat bawah diharapkan dapat membantu pengawas di setiap tingkatan untuk melakukan pencegahan sejak dini.
Program seperti sekolah kader pengawas partisipatif (SKPP) dan desa sadar pengawasan dan anti-politik uang dianggap sebagai upaya nyata untuk melibatkan masyarakat dalam menjaga integritas Pemilu 2024.
Meski Pemilu 2024 di Indonesia diprediksi akan menghadapi tantangan serupa dengan Pemilu 2019, diharapkan dapat berjalan secara demokratis tanpa adanya ujaran kebencian. Bachtiar mengingatkan bahwa peran aktif masyarakat sangat penting untuk bersama-sama mencegah dan mengatasi praktik politik uang yang dapat mengganggu proses demokrasi.
Dengan keterlibatan semua pihak, termasuk Bawaslu, pemerintah, dan masyarakat, diharapkan Pemilu 2024 dapat menjadi tonggak sejarah yang membuktikan keteguhan demokrasi Indonesia.
Pelaksanaan pencoblosan sudah semakin dekat, dan ancaman politik uang, khususnya melalui transaksi elektronik, merupakan ujian serius bagi demokrasi Indonesia. Bawaslu, bersama dengan PPATK dan OJK, berkomitmen untuk melibatkan semua pihak dalam upaya pencegahan dan penindakan. Partisipasi aktif masyarakat, pemangku kepentingan, dan pemerintah menjadi kunci keberhasilan menjaga integritas Pemilu.
Melalui pemetaan kerawanan pemilu, Bawaslu mengidentifikasi pola politik uang yang semakin bervariasi dan sulit dihadapi. Ancaman dari e-Wallet sebagai sarana baru menuntut regulasi yang bijaksana dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan partisipatif. Adanya perubahan zaman menuntut langkah-langkah pencegahan yang adaptif dan masif.
Pemilu 2024 harus menjadi momentum untuk menguatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya politik uang terhadap demokrasi. Proses demokrasi yang jujur dan adil membutuhkan komitmen bersama untuk melawan setiap bentuk politik uang. Bersama-sama, mari kita jaga demokrasi Indonesia agar tetap menjadi cahaya dan contoh bagi bangsa-bangsa lainnya.
)* Penulis adalah kontributor Vimedia Pratama Institute