Oleh : Aditya Anggara )*

Tokoh lintas agama dapat memainkan peran kunci dalam meningkatkan kesadaran pemilih tentang pentingnya pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang damai. Mereka dapat menggunakan pengaruh mereka untuk menyebarkan informasi tentang proses Pemilu, hak dan tanggung jawab pemilih, serta pentingnya partisipasi yang damai.

Selain itu, tokoh lintas agama dapat menjadi mediator dalam mendorong dialog antarumat beragama. Dengan membuka ruang untuk diskusi terbuka dan saling pengertian antar berbagai kelompok agama, mereka dapat membantu mengurangi ketegangan dan konflik yang mungkin muncul selama periode Pemilu.

Jelang pelaksanaan Pemilu adalah periode rentan dimana tingkat ketegangan sosial dan potensi konflik dapat meningkat. Sehingga dengan melibatkan tokoh lintas agama dalam komunikasi, dapat membantu meminimalkan risiko konflik dan gangguan selama proses Pemilu. Tokoh agama memiliki kekuatan untuk menyebarkan pesan toleransi, kedamaian, dan keadilan. Mereka dapat memberikan arahan moral kepada para pengikutnya untuk menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut selama periode pelaksanaan Pemilu. Sehingga hal ini dapat membantu mengurangi polarisasi dan meningkatkan atmosfer Pemilu yang positif. Serta membuka ruang untuk dialog politik yang konstruktif, dengan memfasilitasi diskusi antarpartai dan kelompok politik, mereka dapat membantu menciptakan lingkungan dalam mendukung Pemilu yang adil dan damai.

Selain itu, tokoh agama juga memiliki platform moral yang kuat dan dapat menggunakan pengaruh mereka untuk secara terbuka mengutuk segala bentuk kekerasan, ancaman, atau intimidasi selama proses Pemilu. Hal ini dapat memberikan sinyal yang jelas bahwa tindakan semacam itu tidak diterima oleh nilai-nilai agama.

Pelaksanaan Pemilu dalam setiap tingkatannya wajib untuk disukseskan, karena melalui Pemilu melahirkan pemimpin dalam berbagai tingkatan yang memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan memperjuangkan kemaslahatan rakyat. Sehingga sebagai umat yang beragama harus menyadari bahwa partisipasi dalam Pemilihan Umum adalah hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik. Karena itu, Pemilu yang disepakati di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah cara demokratis yang sah untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat.

Disisi lain, jelang pelaksanaan Pemilu 2024 eskalasi suhu politik terus mengalami peningkatan. Tidak hanya di tingkat pusat, eskalasi tersebut dikhawatirkan juga akan berdampak ke daerah yang rawan menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat. Atas kondisi tersebut, sebagai gerakan pencegahan, tokoh lintas agama dihadirkan untuk mengedukasi dan mengkondusifkan apabila terjadi perpecahan di kalangan masyarakat.

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan situasi menjelang pelaksanaan Pemilu 2024 cukup dinamis, karena sudah mulai ada gangguan terhadap kedamaian Pemilu. Serta pintu masuk yang paling mudah untuk menciptakan gangguan terhadap pelaksanaan Pemilu adalah melalui narasi keagamaan atau politisasi agama. Bahkan fenomena gangguan melalui benturan internal umat beragama dan antar umat beragama sekarang ini mulai terlihat. Oleh karena itu, dengan adanya tokoh-tokoh agama dan bersepakat dalam mewujudkan Pemilu yang damai, maka potensi kerawanan sosial dapat diminimalisasi.

Hal senada juga dikatakan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, pihaknya mengatakan bahwa penyelenggaraan pesta demokrasi sudah semakin dekat, dan NU sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia mengimbau pihak-pihak yang terlibat politik praktis dan masyarakat untuk tetap menjaga kedamaian. NU juga berkomitmen untuk mendukung proses pemilihan umum yang mengedepankan rasa tenang dan tenteram bagi masyarakat. Oleh karena itu, aktor politik diimbau untuk tidak membuat kegaduhan di tengah proses demokrasi.

Sebagai umat yang beragama harus berperan dalam mempromosikan Pemilu damai dan menghindari hoaks yang memicu instabilitas dan disharmoni antar anak bangsa. Serta tidak golput dalam Pemilu, dan harus proaktif berpartisipasi dalam menyalurkan hak politiknya untuk memilih pemimpin eksekutif maupun legislatif yang diyakini dapat mengantarkan umat dan bangsa lebih damai dan sejahtera. Selanjutnya, tokoh lintas agama dapat bersatu untuk menjalankan kampanye persatuan yang menekankan persamaan nilai-nilai dasar antarumat beragama. Sehingga hal tersebut dapat menciptakan iklim yang mendukung kerjasama antarwarga negara, terlepas dari perbedaan agama atau keyakinan politik.

Sementara itu, Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Franz Magnis-Suseno atau akrab disapa Romo Magnis mengatakan Indonesia memiliki masa depan yang sangat cerah, tetapi kita harus mengatasi masalah-masalah yang sekarang dirasakan. Perpolitikan itu bukan memenangkan kiri kanan orang, tetapi memenangkan, menyelamatkan, dan memajukan bangsa Indonesia.

Melalui peran tersebut, tokoh lintas agama dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung Pemilu yang damai dan mengurangi potensi konflik yang mungkin muncul selama proses pemilihan. Dengan memberikan contoh kepemimpinan moral, mereka dapat berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang lebih harmonis dan inklusif. Dan penting untuk diingat bahwa mewujudkan Pemilu yang damai memerlukan kerjasama lintas sektoral dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, serta komitmen yang kuat dari semua pihak dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk Pemilu yang bebas, adil, dan damai.

)* Penulis adalah pengamat politik dalam negeri