Oleh : Mika Putri Larasati )*
Dekatnya Pemilu 2024 membawa tantangan baru bagi masyarakat Indonesia. Ancaman hoaks dan isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) menjadi bayangan yang harus diatasi agar proses demokrasi berjalan lancar dan kondusif. Literasi digital menjadi senjata utama untuk memerangi arus informasi palsu yang dapat merusak stabilitas sosial dan politik.
Dewi Sartika, Pendamping UMKM Juara Jawa Barat, mengingatkan kita akan cepatnya penyebaran hoaks di era digital ini. Dalam kegiatan literasi digital daring pada tanggal 14 Desember 2023, ia menjelaskan bahwa kemajuan teknologi telah memberikan kecepatan luar biasa pada penyebaran informasi, termasuk hoaks. Dalam menghadapi fenomena ini, Dewi Sartika menekankan pentingnya berpikir kritis.
Kesadaran akan kepentingan untuk tidak dengan cepat mempercayai setiap informasi yang diterima menjadi hal yang signifikan. Mengutamakan berpikir kritis dianggap sebagai langkah awal yang sangat penting.
Dalam pandangan tersebut, masyarakat diharapkan dapat mengembangkan keterampilan untuk tidak secara impulsif menerima berita dan mengedepankan proses verifikasi. Proses ini melibatkan perbandingan informasi dari berbagai sumber sebelum menyebarkannya atau memberikan kepercayaan.
Dewi Sartika juga memberikan panduan praktis dalam mengidentifikasi hoaks, yaitu melalui judul yang cenderung provokatif, ajakan untuk menyebarkan, dan susunan kalimat yang tidak terstruktur. Dirinya menegaskan bahwa selektivitas dalam memilih dan membagikan informasi adalah cerminan dari kualitas kepribadian seseorang. Dengan cara ini, masyarakat dapat berperan aktif dalam mencegah penyebaran informasi palsu yang dapat merugikan.
Rosalina Anggraeni, yang menjabat sebagai Presiden Teman Bisnis Indonesia, mengidentifikasi isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) sebagai sebuah zona risiko yang perlu diwaspadai ketika mendekati Pemilu 2024. Dalam perspektifnya, Rosalina melihat bahwa SARA membawa potensi signifikan dalam menciptakan perpecahan di tengah masyarakat. Menurutnya, untuk mencegah potensi risiko ini, sangat penting untuk secara aktif menghindari isu SARA dan menolak memberikan ruang bagi adanya tindakan diskriminatif di antara pihak-pihak yang berbeda.
Dia menyadari bahwa dampak dari isu-isu SARA tidak hanya dapat merusak persatuan bangsa tetapi juga membahayakan stabilitas politik. Oleh karena itu, Rosalina mendorong agar penanganan isu-isu SARA dilakukan melalui diskusi yang fokus pada argumen fakta dan kebijakan, seiring dengan penerapan moral dan adab yang berlaku.
Dalam upaya mengatasi permasalahan hoaks dan isu SARA, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus memperkuat literasi digital masyarakat. Program Indonesia Makin Cakap Digital menjadi salah satu langkah nyata yang diambil oleh Kemenkominfo untuk mengajarkan masyarakat agar mampu memahami dan mengkritisi informasi yang diterima, serta menghindari penyebaran hoaks.
Menurut data yang dirilis Kemenkominfo, sejak periode 17 Juli hingga 26 November 2023, terdapat 96 hoaks terkait Pemilu 2024 yang tersebar dalam 355 konten di berbagai media sosial. Facebook menjadi platform yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan konten hoaks, dengan 312 konten yang ditemukan. Kementerian tersebut juga telah melakukan tindakan preventif dengan menurunkan 290 konten, sedangkan 65 konten lainnya masih dalam proses pemrosesan.
Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana juga menyoroti besarnya tantangan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi informasi palsu. Dalam konferensi pada 14 Desember 2023, beliau menekankan bahwa hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi semakin merajalela di media sosial menjelang Pemilu.
Nana Sudjana juga menekankan pentingnya peran media dan masyarakat dalam memberikan klarifikasi terhadap informasi yang tidak benar. Dia mengajak semua pihak untuk berkontribusi dalam menjaga integritas informasi seputar Pemilu 2024. Masyarakat diimbau untuk melaporkan informasi yang meragukan ke platform digital terkait atau ke Bawaslu melalui situs resmi mereka.
Di tengah tantangan yang dihadapi menjelang Pemilu 2024, komunitas literasi digital menjadi garda terdepan dalam upaya melawan penyebaran informasi palsu dan isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Komunitas Literasi Digital Sapunyere, melalui kegiatan yang mereka selenggarakan dengan tema “Stop! Hoaks dan SARA Jelang Pemilu 2024,” telah menunjukkan tekad dan keseriusan mereka dalam membangun kesadaran masyarakat mengenai bahaya hoaks dan dampak negatif dari isu SARA.
Dalam acara tersebut, Dadi Munardi, sebagai Ketua Komunitas Sapunyere, memberikan sambutan yang menekankan pentingnya literasi digital dalam mencegah penyebaran hoaks dan isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
Dadi Munardi menegaskan bahwa kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan memiliki kemampuan literasi digital yang baik. Acara ini dihadiri oleh 173 peserta, termasuk tokoh pemuda dan tokoh masyarakat di sekitar Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Dengan segala dinamika yang terjadi menjelang Pemilu 2024, kunci utama tetap pada kewaspadaan dan keterampilan literasi digital masyarakat. Penguatan literasi digital harus menjadi prioritas bersama agar masyarakat dapat lebih cerdas dalam menyikapi informasi yang beredar di dunia maya.
Dalam menghadapi risiko hoaks dan isu SARA, kolaborasi antara pemerintah, lembaga literasi digital, media, dan masyarakat menjadi pondasi kuat untuk menciptakan suasana Pemilu yang aman, terbuka, dan berkeadilan.
Menjelang Pemilu 2024, peran aktif masyarakat dalam memerangi hoaks dan isu SARA sangat diperlukan. Dengan keterampilan literasi digital yang kuat, masyarakat dapat menjadi filter informasi yang baik dan turut menjaga integritas proses demokrasi.
Penguatan literasi digital, diskusi yang produktif, dan partisipasi aktif dalam melaporkan informasi palsu akan menjadi tonggak keberhasilan dalam menjaga kondusifitas dan integritas Pemilu 2024. Mari bersama-sama menjadi penjaga kebenaran dan menjadikan Pemilu 2024 sebagai contoh demokrasi yang matang dan bermartabat.
)* Kontributor Ruang Baca Nusantara