RAKYAT KURANG PERCAYA KEPADA PARTAI.
Partai harus bekerja keras untuk mengambil hati rakyat agar tetap suka kepada Partai. Karena di prediksi kini rakyat tinggal 45 prosen yg masih percaya kepada partai,itupun termasuk rakyat yg Golput dan rakyat yg tdk ngerti dgn politik.
Penilaian ini terjadi karena rakyat memperhatikan prilaku orang orang partai yg duduk di gedung DPR dan DPRD bertugas selalu tdk sejalan dgn rakyat yg di wakilinya. Banyak hal hal yg di putuskan oleh anggota Dewan selalu bertolak belakang dengan aspirasi rakyat. Satu hal yg terbaru yg di pertontonkan oleh anggota DPR-RI, hanya untuk mensyahkan Draf RUU Kuhap ttg Zina saja masih di ulur ulur, dan lagi pula Draf UU itu isinya masih mentah dan lemah sama sekali tdk memenuhi kehendak rakyat.
Dalam satu pasal di Draf RUU Ttg zina itu tertulis bahwa yg berzina hanya di hukum satu tahun penjara dan kepada orang yg kumpul kebo cuma di hukum 6 bulan penjara. Hukum macam apa itu, sedang di dalam hukum islam bahwa orang yg berzina harus di rajam sampai mati. Dalam hal yg satu ini saja bagaimana mungkin rakyat mau simpati dan percaya terhadap anggota DPR. ? Coba para anggota Dewan lebih cerdas sedikit bila mau membuat UU, terlebih lagi membuat UU yg sesitif dan peka bagi rakyat Indonesia yg mayoritas beragama islam.
Perzinahan itu perbuatan keji yg di benci oleh Tuhan Yme, tapi kok oleh umat manusia di anggap enteng,apakah manusia masa kini seneng berzinah sama dengan para wakilnya yg duduk di DPR ? . Bila jawabannya tidak, coba pikir baik baik tentang Draf UU Perzinahan itu. Taruh dalam UU itu satu Pasal, Yg berzinah di kenakan hukuman minimal 10 Tahun dan kemaluannya di kebiri. Kalau itu terjadi baru rakyat akan acungi jempol buat para wakil rakyat.
Pantaslah menurut Saiful Mujani Researh & Consulting dari hasil survey yg bertajuk Ekonomi Politik 2021 Dan harapan 2022. Publik menilai kondisi politik memburuk dalam 2 th terahir ini.
Sudah sepantasnya Partai politik instropeksi diri dan berbenah untuk mengenal jati dirinya serta harus kembali mengingat dengan tujuan mendirikan partai politik,yg awalnya ber cita cita luhur untuk mewakili rakyat mengawal pemerintah agar mengelola negara ini dgn tujuan mensejahterakan rakyat. Apalagi mulai dari saat ini Partai sudah harus membenahi diri untuk menyongsong Pemilu 2024, dan sudah pasti kader kader partai yg merasa sudah mumpuni sedang bersiap siap untuk duduk di kursi DPR atau DPRD sesuai dgn tingkatan di mana mereka berada. Para kader partai juga harus tau situasi saat ini,karena para pemilih baik calon Legislatif maupun calon Presiden,sudah tdk bisa lagi di arahkan oleh ketua partai untuk memilih calon yg di harapkan oleh ketua partai. Rakyat saat ini 55 prosen sudah cerdas untuk menentukan pilihan,mereka tdk akan melihat dari mana figur calon berasal,yg mereka cermati dari calon tersebut yakni trekrecordnya dari sang calon pemimpin itu. Tinggal 45 prosen rakyat yg masih bisa di utak atik oleh ketua partai. Itupun dalam yg 45 prosen itu terdapat di dalamnya rakyat yg golput dan rakyat yg sudah apatis terhadap Pemilu.
Situasi yg seperti itu terjadi akibat dari org org partai yg duduk di kursi Dpr dan Dprd tidak menggunakan se baik baiknya kepercayaan yg di berikan oleh rakyat. Kini sudah terbentuk opini buruk dari rakyat terhadap org org partai. Maka menurut survy SMRC partai sudah tdk punya pengaruh pada ektabilitas Capres. Direktur Eksekutif Sirojudin Abas dalam presentasi hasil survy menjelaskan untuk mengetahui efek atau pengaruh partai politik pada pemilihan calon presiden, SMRC mellakukan survy dgn metode eksperimental. Berdasarkan temuan ini Abas mengatakan bahwa di mata pemilih partai kualitas personal lebih penting di banding keputusan partai tentang calon presiden. Dia mengemukakan dukungan pemilih partai terhadap capres yg di calonkan oleh partai politik menurun secara siknifikan jika capres tdk di sukai pemilih.